Saturday, February 21, 2009

MELACAK PEMIKIRAN KEFILSAFATAN

1. Melacak pemikiran kefilsafatan, setidaknya ditemukan tiga aliran ( matrealisme, idealisme, dan dualisme ). Penjelasan dari ketiga aliran tersebut serta pengaruh pemikiran dimaksud terhadap basis keilmuan modern ditinjau dari sudut pandang ontologi, epistemologi, dan aksiologi.

Studi filsafat harus membantu orang-orang untuk membangun keyakinan keagamaan atas dasar yang matang secara intelektual. Filsafat dapat mendukung kepercayaan keagamaan seseorang, asal saja kepercayaan tersebut tidak bergantung pada konsepsi prailmiah yang usang, yang sempit dan yang dogmatis. Urusan (concerns) utama agama ialah harmoni, pengaturan, ikatan, pengabdian, perdamaian, kejujuran, pembebasan, dan Tuhan.filsafat tidak hanya cukup diketahui, tetapi harus dipraktekkan dalam hidup sehari-sehari. Orang mengharapkan bahwa filsafat akan memberikan kepadanya dasar-dasar pengetahuan, yang dibutuhkan untuk hidup secara baik. Filsafat harus mengajar manusia, bagaimana ia harus hidup secara baik. Filsafat harus mengajar manusia, bagaimana ia harus hidup agar dapat menjadi manusia yang baik dan bahagia.Aliran-aliran yang terdapat dalam filsafat sangat banyak dan kompleks. Di bawah ini akan kita bicarakan aliran metafisika, setidaknya ditemukan tiga (3) aliran yang meliputi :

A. Aliran Materialisme
Matrealisme adalah sebuah faham yang menganggap bahwa materi merupakan wujud segala eksistensinya. Aliran ini menganggap bahwa sejatinya realitas adalah aspek materi. Bagi aliran ini, apa yang dimaksud dengan ide, justru akan mucul dari realitas materi atau realitas benda. Materialisme merupakan suatu bentuk realisme, karena paham ini menumbuhkan yang-nyata dengan materi. Tanpa pengecualian sesuatu , seseorang penganut materialisme menganggap bahwa materi ialah satu-satunya hal yang nyata. Materi ialah hal yang terdalam dan bereksistensi atas kekuatan sendiri, dan tidak memerlukan suatu prinsip yang lain untuk menerangkan eksistensinya sendiri. Materi itu sendiri merupakan sumber serta keterangan terdalam bagi berekstensinya segala sesuatu yang ada, bahkan juga bagi adanya.
Materi itu sendiri merupakan sumber serta keterangan terdalam bagi berekstensinya segala sesuatu yang ada, bahkan juga bagi adanya. Materialisme mempunyai peranan penting pada pertengahan abad 19. Ia menjadi aliran filsafat yang cukup besar dan populer pada saat itu. Tapi materialisme yang berkembang bukanlah materilisme metafisik dari tradisi Aufklarung , tapi lebih cenderung marxisme. Materialisme yang meneruskan tradisi Aufklarung, biasa disebut "materialisme mekanis" Materialisme ini memandang manusia seperti sebuah mesin, atau mereduksi seluruh tingkah laku manusia menurut hukum fisika dan kimia.
Pelopor yang menghasilkan faham ini sebagai cermin filosof awal yang membangun teori matrealisme yaitu Leukippos Democritos ( 460-370 M ). Dan berpendapaat bahwa : ” Reliatas yang sesungguhnya bukan cuma satu, melainkan terdiri dari banyak unsur. Unsur-unsur itu sendiri tidak terbagi yang kemudian disebutnya sebagai ’atom’ yang berarti tidak dapat dibagi.tokoh selanjutnya secara berturut-turut ada Thomas Hubbes ( 1588-1679 ), Ludwig Andreas Feurbach ( 1804-1872) juga ada Karl Marx (1818-1883 ). Karl Marx ini adalah tokoh yang mematangkan teori materalisme pada teori-teori sosial yang lebih fulgar. Ia mengatakan bahwa ada satu realitas akhir yang tunggal, yaitu materi dengan hukum-hukum instrinsik yang selalu sama. Tokoh materialisme penting yang lain: Jacob Molenschott, Vogt, dan Oswald Materialisme mempunyai peranan penting pada pertengahan abad 19. Ia menjadi aliran filsafat yang cukup besar dan populer pada saat itu. Tapi materialisme yen berkembang bukanlah materilisme metafisik dari tradisi Aufklarung , tapi lebih cenderung marxisme. Materialisme yang meneruskan tradisi Aufklarung, biasa disebut "materialisme mekanis" Materialisme ini memandang manusia seperti sebuah mesin, atau mereduksi seluruh tingkah laku manusia menurut hukum fisika dan kimia.Tokoh materialisme ini adalah Ludwig Bouenchner (1824-1899) dengan sukses besar dengan karyanya Kraft und Stoff (Daya dan Materi) dan Ernst Haeckel (1834-1919) yang mempopulerkan teori evolusi dengan menggunakan prinsip-prinsi materialisme.
Marx menyebut sismtem filsafatnya "sosialisme ilmiah" (Socialism scientific) yang berarti perlawanan terhadap segala bentuk utopia yang idealistik, sebagaimana eksperimen Owen dan Kingsley yaitu membangun komunitas ideal atas dasar prinsip-prinsip Kritiani, yang dianggap hanya sebagai katalistik Sosialisme ilmiah juga perupakan perlawanan terhadap bentuk idealisme dan positivisme, menurut Marx siapa saja yang menganggap alam sebagai simbol keilahian dan berbicara secara teologis termasuk dalam katagori prailmiah. Positivisme ditentang karena berakhir pada "skeptisisme ilmiah" dan gagal mempengaruhi masyarakat. Marx lebih menaruh perhatian pada perubahan dan reinterpretasi proses alam dibanding menjelaskan hukum-hukum alam seperti yang dilakukan positivisme.
Histors materialisme dapat disimpulakan mempunyai dua ciri dasar yaitu (1) historis materialisme mempelajari hukum objektif umum yang mengatur perkembangan masyarakat manusia, yaitu menyelidiki fase -fase sejarah dunia, formasi-formasi sosial-ekonomi dan sebab-sebab objektif kemunculan dan kemusnahan dan (2) histories materialisme selalu mempertmbangkan tata-hubungan keberadaan sosial dengan kesdaran sosial.
Beberapa tesis dasar historis materialisme (Lenina Ilitskaya, 1978):
1. Produksi benda-benda dan sarana-sarana produksi materil atau sistem produksi adalah basis sejarah. Ideologi tidak lebih daripada terjemahan barang-barang material yangmengendap dalam kepala manusia.
2. Sejarah buakan aktifitas individu tapi aktifitas massa, group, kerja semua orang. Masyarakat merupakan kompleks fenomena tertinggi yang terjadi karena berbagai relasi dan koneksi.
3. Sejarah merupakan sebuah proses yang objektif. Sejarah berkembang seperti halnya proses berkembangnya alam, bebas dari intensi manusia.
4. Sejarah berkembang dari tahap paling rendah kepada tahap yang paling tinggi melalui pertentangan dan perjuangan kelas menuju masyarakat komunis, yaitu masyarakat tanpa kelas.

B. Aliran Idealisme
Aliran ini menganggap bahwa di balik realitas fisik pasti ada sesuatu yang tidak tampak. Bagi aliran ini, sejatinya sesuatu yang justru terletak dibalik yang fisik. Ia berada dalam ide-ide. Yang fisik bagi aliran ini dianggap hanya merupakan bayang-bayang dan sifatnya sementara dan selalu menipu. Eksistensi benda fisik akan rusak dan tidak akan pernah membawa orang pada kebenaran sejati. Pemikiran ini diawali dari pemikiran Socrates, Plato, Stoa dan Neo-Platonisme, al-Ghazali ( dunia Islam ).

C. Aliran Dualisme
Aliran ini tampaknya hendak menggabungkan (sintesis) antara aksistensi yang fisik dengan eksistensi yang metafisik. Bagi aliran ini, eksistensi sesuatu itu, bisa berupa yang fisik, bisa juga bersifat metafisik. Antar yang fisik dan metafisik, satu sama lain selalu seiring sejalan. Satu sama lain tidak bisa saling mengalahkan.

Karena sangat luasnya lapangan ilmu filsafat, maka menjadi sukar pula orang mempelajarinya, dari mana hendak dimulai dan bagaimana cara membahasnya agar orang yang mempelajarinya segera dapat mengetahuinya.
Pada zaman modern ini pada umunya orang telah sepakat untuk mempelajari ilmu filsafat itu dengan dua cara, yaitu dengan mempelajari sejarah perkembangan sejak dahulu kala hingga sekarang (metode historis), dan dengan cara mempelajari isi atau lapangan pembahasannya yang diatur dalam bidang-bidang tertentu (metode sistematis). Dalam metode historis orang mempelajari perkembangan aliran-aliran filsafat sejak dahulu kala sehingga sekarang. Di sini dikemukakan riwayat hidup tokoh-tokoh filsafat di segala masa, bagaimana timbulnya aliran filsafatnya tentang logika, tentang metafisika, tentang etika, dan tentang keagamaan. Seperti juga pembicaraan tentang zaman purba dilakukan secara berurutan (kronologis) menurut waktu masing masing. Dalam metode sistematis orang membahas langsung isi persoalan ilmu filsafat itu dengan tidak mementingkan urutan zaman perjuangannya masing-masing. Orang membagi persoalan ilmu filsafat itu dalam bidang-bidang yang tertentu. Misalnya, dalam bidang logika dipersoalkan mana yang benar dan mana yang salah menurut pertimbangan akal, bagaimana cara berpikir yang benar dan mana yang salah. Kemudian dalam bidang etika dipersoalkan tentang manakah yang baik dan manakah yang baik dan manakah yang buruk dalam pembuatan manusia. Di sini tidak dibicarakan persoalan-persoalan logika atau metafisika. Dalam metode sistematis ini para filsuf kita konfrontasikan satu sama lain dalam bidang-bidang tertentu. Misalnya dalam soal etika kita konfrontasikan saja pendapat pendapat filsuf zaman klasik (Plato dan Aristoteles) dengan pendapat filsuf zaman pertengahan (Al-Farabi atau Thimas Aquinas), dan pendapat filsuf zaman 'aufklarung' (Kant dan lain-lain) dengan pendapat-pendapat filsuf dewasa ini (Jaspers dan Marcel) dengan tidak usah mempersoalkan tertib periodasi masing-masing. Begitu juga dalam soal-soal logika, metafisika, dan lain-lain.
Telah kita ketahui bahwa filsafat adalah sebagai induk yang mencakup semua ilmu khusus. Akan tetapi, dalam perkembangan selanjutnya ilmu-ilmu khusus itu satu demi satu memisahkan diri dari induknya, filsafat. Mula-mulamatematika dan fisika melepaskan diri, kemudian diikuti oleh ilmu-ilmu lain.
Setelah filsafat ditinggalkan oleh ilmu-ilmu khusus, ternyata ia tidak mati, tetapi hidup dengan corak baru sebagai 'ilmu istimewa' yang memecahkan masalah yang tidak terpecahkan oleh ilmu-ilmu khusus. Yang menjadi pertanyaan ialah : apa sajakah yang masih merupakan bagian dari filsafat dalam coraknya yang baru ini? Persoalan ini membawa kita kepada pembicaraan tentang cabang-cabang filsafat.
Menurut Aristoteles, murid Plato, mengadakan pembagian secara kongkret dan sistematis menjadi empat cabang, yaitu:
a) Logika. Ilmu ini dianggap sebagai ilmu pendahuluan bagi filsafat.
b) Filsafat teoretis. Cabang ini mencangkup:
" ilmu fisika yang mempersoalkan dunia materi dari alam nyata ini, " ilmu matematika yang mempersoalkan hakikat segala sesuatu dalam kuantitasnya, " ilmu metafisika yang mempersoalkan hakikat segala sesuatu. Inilah yang paling utama dari filsafat.
c) Filsafat praktis. Cabang ini mencakup:
" ilmu etika. yang mengatur kesusilaan dan kebahagiaan dalam hidup perseorang " ilmu ekonomi, yang mengatur kesusilaan dan kemakmuran di dalam negara.
d) Filsafat poetika (Kesenian).
Pembagian Aristoteles ini merupakan permulaan yang baik sekali bagi perkembangan pelajaran filsafat sebagai suatu ilmu yang dapat dipelajari secara teratur. Ajaran Aristoteles sendiri, terutama ilmu logika, hingga sekarang masih menjadi contoh-contoh filsafat klasik yang dikagumi dan, dipergunakan.
Walaupun pembagian ahli yang satu tidak sama dengan pembagian ahli-ahli lainnya, kita melihat lebih banyak persamaan daripada perbedaan. Dari pandangan para ahli tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa filsafat dalam coraknya yang baru ini mempunyai beberapa cabang, yaitu metafisika,logika, etika, estetika, epistemologi, dan filsafat-filsafat khusus lainnya.
1. Metafisika: filsafat tentang hakikat yang ada di balik fisika, hakikat yang bersifat transenden, di luar jangkauan pengalaman manusia.
2. Logika: filsafat tentang pikiran yang benar dan yang salah.
3. Etika: filsafat tentang perilaku yang baik dan yang buruk.
4. Estetika: filsafat tentang kreasi yang indah dan yang jelek.
5. Epistomologi: filsafat tentang ilmu pengetahuan.
6. Filsafat-filsafat khusus lainnya: filsafat agama, filsafat manusia, filsafat hukum, filsafat sejarah, filsafat alam, filsafat pendidikan, dan sebagainya.

Seperti telah dikatakan, ilmu filsafat itu sangat luas lapangan pembahasannya. Yang ditujunya ialah mencari hakihat kebenaran dari segala sesuatu, baik dalam kebenaran berpikir (logika), berperilaku (etika), maupun dalam mencari hakikat atau keaslian (metafisika). Maka persoalannya menjadi apakah sesuatu itu hakiki (asli) atau palsu (maya). Dari tinjauan di atas kita dapat mengambil kesimpulan bahwa dalam tiap-tiap pembagian sejak zaman Aristoteles hingga dewasa ini lapangan-lapangan yang paling utama dalam ilmu filsafat selalu berputar di sekitar logika, metafisika, dan etika.

Menurut Harold H. Titus, filsafat adalah suatu usaha memahami alam semesta, maknanya dan nilainya. Apabila tujuan ilmu adalah kontrol, dan tujuan seni adalah kreativitas, kesempurnaan, bentuk keindahan komunikasi dan ekspresi, maka tujuan filsafat adalah pengertian dan kebijaksanaan (understanding and wisdom).
Dr Oemar A. Hoesin mengatakan: Ilmu memberi kepada kita pengatahuan, dan filsafat memberikan hikmah. Filsafat memberikan kepuasan kepada keinginan manusia akan pengetahuan yang tersusun dengan tertib, akan kebenaran. S. Takdir Alisyahbana menulis dalam bukunya: filsafat itu dapat memberikan ketenangan pikiran dan kemantapan hati, sekalipun menghadapi maut. Dalam tujuannya yang tunggal (yaitu kebenaran) itulah letaknya kebesaran, kemuliaan, malahan kebangsawanan filsafat di antara kerja manusia yang lain. Kebenaran dalam arti yang sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya baginya, itulah tujuan yang tertinggi dan satu-satunya. Bagi manusia, berfilsafat itu bererti mengatur hidupnya seinsaf-insafnya, senetral-netralnya dengan perasaan tanggung jawab, yakni tanggung jawab terhadap dasar hidup yang sedalam-dalamnya, baik Tuhan, alam, atau pun kebenaran.
Radhakrishnan dalam bukunya, History of Philosophy, menyebutkan: Tugas filsafat bukanlah sekadar mencerminkan semangat masa ketika kita hidup, melainkan membimbingnya maju. Fungsi filsafat adalah kreatif, menetapkan nilai, menetapkan tujuan, menentukan arah dan menuntun pada jalan baru. Filsafat hendaknya mengilhamkan keyakinan kepada kita untuk menompang dunia baru, mencetak manusia-manusia yang menjadikan penggolongan-penggolongan berdasarkan 'nation', ras, dan keyakinan keagamaan mengabdi kepada cita mulia kemanusiaan. Filsafat tidak ada artinya sama sekali apabila tidak universal, baik dalam ruang lingkupnya maupun dalam semangatnya.
Studi filsafat harus membantu orang-orang untuk membangun keyakinan keagamaan atas dasar yang matang secara intelektual. Filsafat dapat mendukung kepercayaan keagamaan seseorang, asal saja kepercayaan tersebut tidak bergantung pada konsepsi prailmiah yang usang, yang sempit dan yang dogmatis. Urusan (concerns) utama agama ialah harmoni, pengaturan, ikatan, pengabdian, perdamaian, kejujuran, pembebasan, dan Tuhan. Berbeda dengan pendapat Soemadi Soerjabrata, yaitu mempelajari filsafat adalah untuk mempertajamkan pikiran, maka H. De Vos berpendapat bahwa filsafat tidak hanya cukup diketahui, tetapi harus dipraktekkan dalam hidup sehari-sehari. Orang mengharapkan bahwa filsafat akan memberikan kepadanya dasar-dasar pengetahuan, yang dibutuhkan untuk hidup secara baik. Filsafat harus mengajar manusia, bagaimana ia harus hidup secara baik. Filsafat harus mengajar manusia, bagaimana ia harus hidup agar dapat menjadi manusia yang baik dan bahagia.
Filsafat merupakan induk segala sumber pengetahuan atau peneratas pengetahuan. Dalam tahap awal, secara konsepsional, ilmu masih berdasar pada norma-norma filsafat (azas-azas moral falsafati). Pada tahap selanjutnya, ilmu menyatakan dirinya otonom dan berdasar sepenuhnya pada hakikat alam sebagaimana adanya namun masih tetap pada norma yang seharusnya. Pada tahap terakhir, ilmu mendasarkan diri pada penemuan-penemuan alamiahnya sebagaimana adanya.
Sekalipun demikian, filsafat juga berkembang melalui cabang-cabangnya, faktor yang menyebabkannya tidak lagi menyeluruh tetapi sektoral (Jujun S. Suriasumantri, 1984: 24). Salah satu cabang filsafat yang tetap berkaitan dengan perkembanan ilmu pengetahuan adalah filsafat ilmu yang terdiri dari tiga komponen: ontologi, epistemologi, dan axiologi. Ilmu komunikasi berasal dari cabang filsafat ini dan karena itu pula, filsafat (ilmu) disebut juga sebagai akar ilmu komunikasi.
Dari segi aspek kajian, filsafat dibahas dari tiga komponen: ontologis yang berbicara tentang hakikat dan asal-usul ilmu, epistemologis yang menyangkut prosedur ilmiah ilmu dengan sejumlah model, pendekatan dan metode; dan axiologi yang menyangkut persoalan nilai dan kegunaan komunikasi sebagai suatu disiplin ilmu.
Dalam konteks komponen fikir filsafat tinjauan difokuskan pada tiga komponen filsafat: etika, logika, dan estetika. Etika mendasarkan komunikasi pada azas norma-norma falsafati, logika pada sikap-sikap rasional dan ilmiah, dan estetika menyangkut azas keindahan.
Perkembangan filsafat tidak dipisahkan dari komponen ontologis dan epistemologis filsafat ilmu. Kedua komponen ini kemudian menyumbangkan teori-teori dan metodologi untuk mencapai pengetahuan sebagai suatu ilmu (ilmiah/ilmu pengetahuan).
Sosiologi mempelajari struktur dan fungsi kelompok dan pola-pola interaksi sistem-sistem dalam masyarakat sosial. Fokusnya adalah tindakan-tindakan sosial, namun tidak mencakup tindakan-tindakan terisolir oleh individu yang sifatnya personal dalam lingkungan sosial. Dalam masyarakat, terdapat sistem, sub-sistem, meta-sistem yang saling berinteraksi, di mana individu-individu diarahkan oleh sistem-sistem tersebut untuk bertindak menurut norma-norma sosial (cenderung menjadi seragam).
Norma-norma merupakan pusat makna sosial yang hadir dalam memori individu dalam masyarkat secara kolektif. Perubahan sosial yang terjadi setiap saat menyebabkan proses pembagian gagasan untuk kembali mencapai kesamaan makna. Dapat dikatakan bahwa di sini telah terjadi proses pertukaran makna untuk mencapai pengertian makna yang sama. Pertukaran makna inilah yang merupakan esensi proses komunikasi. Masyarakat melalui struktur dan fungsi-fungsi yang ada mengembangkan norma-norma.
Pada tahap perkembangan lebih lanjut, ilmu menyatakan dirinya bebas dari filsafat dan berkembang berdasarkan penemuan ilmiah, sesuai dengan tabiat alam apa adanya. Pada tahap ini perkembangan ilmu tidak lagi berdasarkan metode normatif dan deduktif, tetapi menggunakan kombinasi dari metode deduktif dan induktif, yang dihubungkan oleh pengujian hipotesis, yang dikenal sebagai metode logico-hypothetico-verificative.Auguste Comte (1798 – 1857) membagi perkembangan pengetahuan ke dalam 3 tahap, yaitu : tahap religius, metafisik dan positif. Pada tahap pertama postulat ilmiah menggunakan azas religi, sehingga ilmu merupakan penjabaran (deduksi) dari ajaran agama. Pada tahap kedua postulat ilmiah didasarkan pada azas metafisika, yaitu keraguan mengenai eksistenis obyek yang ditelaah. Pada tahap ketiga perkembangan ilmu, dilakukan pengujian positif terhadap semua yang digunakan dalam proses verifikasi yang obyektif.
Metode filsafat adalah metode bertanya. Objek formal filsafat adalah ratio yang bertanya. Sedang objek materinya ialah semua yang ada yang bagi manusia perlu dipertanyakan hakikatnya. Maka menjadi tugas filsafat mempersoalkan segala sesuatu yang ada sampai akhirnya menemukan kebijaksanaan universal. Dalam perkembanganya, filsafat Yunani sempat mengalami masa pasang surut. Ketika peradaban Eropa harus berhadapan dengan otoritas Gereja dan imperium Romawi yang bertindak tegas terhadap keberadaan filsafat di mana dianggap mengancam kedudukannya sebagai penguasa ketika itu. Filsafat Yunani kembali muncul pada masa kejayaan Islam dinasti Abbasiyah sekitar awal abad 9 M. Tetapi di puncak kejayaannya, dunia filsafat Islam mulai mengalami kemunduran ketika antara para kaum filsuf yang diwakili oleh Ibnu Rusd dengan para kaum ulama oleh Al-Ghazali yang menganggap filsafat dapat menjerumuskan manusia ke dalam Atheisme bergolak. Hal ini setelah Ibnu Rusd sendiri menyatakan bahwa jalan filsafat merupakan jalan terbaik untuk mencapai kebenaran sejati dibanding jalan yang ditempuh oleh ahli atau mistikus agama.
Setelah abad ke-13, peradaban filsafat islam benar-benar mengalami kejumudan setelah kaum ulama berhasil memenangkan perdebatan panjang dengan kaum filosof. Kajian filsafat dilarang masuk kurikulum pendidikan. Pemerintahan mempercayakan semua konsep berfikir kepada para ulama dan ahli tafsir agama. Beriringan dengan itu, di Eropa, demam filsafat sedang menjamur. Banyak buku-buku karangan filosof muslim yang diterjemahkan kedalam bahasa latin. Ini sekaligus menunjukkan bahwa setelah pihak gereja berkuasa pada masanya dan sebelum peradaban Islam mulai menerjemahkan teks-teks aristoteles dan lain sebagainya oleh Al Kindhi, di Eropa benar-benar tidak ditemukan lagi buku-buku filsafat hasil peradaban Yunani. Entah kebetulan atau tidak, ketika filsafat di dunia islam bisa dikatakan telah usai dan berpindah ke eropa, peradaban islam pun mengalami kemunduran sementara di eropa sendiri mengalami masa yang disebut sebagai abad Renaissance atau abad pencerahan, pada sekitar abad ke-15 M. Tapi tidak demikian halnya dalam komunitas gereja. Periode ini juga menghantarkan dunia kristen menjadi terbelah. Doktrin para pendeta katolik terus mendapatkan protes dari kaum Protestan.
Adapun para filsuf zaman modern setelah masa aufklarung, abad ke-17 M, menegaskan bahwa pengetahuan tidak berasal dari kitab suci atau ajaran agama, tidak juga dari para penguasa, tetapi dari diri manusia sendiri. Para filsuf modern yang tercatat dalam sejarah ialah Descartes, Karl Marx, Nietsche, JJ Rosseau, Dan lain sebagainya.
Kembali sebuah penegas differensiasi yang melepasnya dari ikatan imajinasi manusia. Keseimbangan ini menempatkan akal di posisi yang tepat, antara fisik dan metafisik, antara sesuatu yang dapat dibawa ke tataran imajinasi dengan sesuatu yang tak tergambarkan. Sebuah kalimat yang bagus dituliskan pula oleh Prof. Quraish Shihab dalam bukunya “Menyingkap Tabir Ilahi” “bukan berarti bahwa Al Quran memperkenalkan Tuhan sebagai sesutau yang bersifat idea atau immaterial, yang tidak dapat diberi sifat atau digambarkan dalam kenyataan, atau dalam keadaan yang dapat dijangkau akal manusia. Karena jika demikian, bukan saja hati manusia tidak akan tenteram terhadap-Nya, akalnya pun tidak dapat memahamiNya, sehingga keyakinan tentang wujud dan sifat-sifatNya tidak akan berpengaruh pada sikap dan tingkah laku manusia.” “Karena itu Al Quran menempuh cara pertengahan dalam memperkenalkan Tuhan ..” Allah juga memperkenalkan dirinya dengan nama-nama yang baik (Asmaul Husna), Ar Rahman, Ar Rahiim, Al Malik, Al Qudus dan seterusnya [bahkan pendapat dari beberapa Ulama, termasuk juga dalam Asmaul Husna ini adalah nama Tuhan yang paling populer, yakni Allah]. Sifat-sifat itu sangat mudah kita bayangkan, Pengasih, Penyayang, Penguasa, Suci dan seterusnya dan seterusnya. Tapi tentu tidaklah sama sifat Pengasih Allah dengan sifat Pengasih manusia, sebagaimana yang digambarkan oleh Nabi Muhammad saw :
Allah itu memiliki 100 bagian kasih sayang, satu bagiannya ia bagikan merata kepada seluruh penduduk bumi, sehingga seekor induk kuda mengangkat kakinya karena takut menginjak anaknya
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan filsafat adalah mencari hakikat kebenaran sesuatu, baik dalam logika (kebenaran berpikir), etika (berperilaku), maupun metafisik (hakikat keaslian).

Asep Rachmat effendi

No comments:

Post a Comment